Pendidikan Anak
Autis
Abstrak
Dewasa ini,
program pendidikan selalu berbenah untuk menjadi pendidikan yang lebih baik.
Setiap individu mempunyai hak mendapatkan pendidikan. Baik dari tempat-tempat
formal sampai non-formal. Baik anak tanpa kebutuhan khusus atau mereka yang
berkebutuhan khusus. Program pendidikan yang dahulunya tidak memiliki banyak
tempat khusus bagi anak berkebutuhan khusus, sekarang banyak ditemukan
tempat-tempat untuk mereka menimba ilmu. Ditambah dengan banyaknya para ahli
dalam bidang tersebut yang dapat membantu mendidik anak berkebutuhan khusus.
Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak autistik. Penyandang autistik
biasanya pempunyai gangguan pada bahasa, sosial, dan kominikasi. Anak yang
menyandang autistik yang dahulu tidak mempunyai tempat khusus untuk mereka
bersekolah, sekarang telah banyak ditemui yayasan-yayasan atau sekolah khusus
autistik. Sekolah-sekolah yang diprogram khusus untuk anak penyandang autistik
dan di sesuaikan dengan kebutuhan mereka, tanpa memberatkan anak-anak.
Kata kunci: Pendidikan, Anak Autis, pendidikan anak autis.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, pendidikan semakin maju
dan berkembang. Dari segi metode pengajaran yang lambat laun menjadi lebih
baik, sampai tenaga pengajar yang semakin berkualitas. Setiap anak merupakan
generasi penerus bangsa ini yang dapat mempunyai potensi yang berbeda-beda dalam
bidangnya. Dengan terus melaksanakan pembinaan pada setiap calon penerus bangsa
ini, kemajuan bangsa ini akan terwujud. Akan tetapi, tidak semua dari anak-anak
tersebut mendapatkan pendidikan secara umum, baik secara fasilitas maupun
teknisnya. Hal ini dialami oleh anak berkebutuhan khusus; autis misalnya.
Seoarang anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan baik dari segi mental,
intelektual, sosial, maupun emosional.
Dari
kebanyakan anak penyandang kelainan atau penyimpangan terebut –Autis-, jarang mendapatkan
pendidikan sebagaimana mestinya. Tidak banyak sekolah-sekolah yang bersedia
menerima dan mendidik mereka. Mereka tidak hanya membutuhkan pendidikan pada
umumnya, akan tetapi mereka membutuhkan penanganan yang optimal untuk
mengkontrol agar perilaku-perilaku yang kurang baik. Hak mereka untuk menerima
pendidikan telah disebutkan pada UU No. 20
tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa,
“Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Autisme
Autisme atau yang lebih dikenal dengan
istilah Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang.
Anak-anak penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila dan
berbahaya. Sungguh pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Dengan persepsi masyarakat yang demikianlah yang menyebabkan perkembangan
dan keberadaan anak autis menjadi tidak diperhatikan. Jangankan untuk
bersekolah, berinteraksi saja anak autis tidak mendapatkan tempat.
Begitu sulit untuk mengubah persepsi masyarakat tersebut yang sudah
menjadi darah daging terhadap anak autis. Sama halnya untuk mengetahui penyebab
autis. Ada yang mengatakan bahwa autis merupakan keturunan. Ahli lain
mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat,
bahkan ada yang berpendapat bahwa autis adalah karena sebuah kutukan.
Agar persepsi masyarakat tersebut tidak semakin merusak maksud dari
autis tersebut terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dari autis. Autis
secara bahasa berasal dari bahasa yunani yaitu “auto” yang artinya
sendiri. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa anak penyandang autis
pada umumnya lebih suka menyendiri, menikmati dunianya sendiri dan tidak
merespon terhadap orang-orang disekitarnya.
Secara neurologis, anak autis adalah anak yang mengalami hambatan
perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, fantastik. Pada hambatan
inilah yang membuat anak-anak penyandang autis memiliki perilaku yang berbeda
dari biasanya. Pada beberapa bentuk perilaku anak autis ada yang cenderung
ekstrem. Dalam hal akademik juga sering ditemukan anak-anak yang memiliki
kemampuan spesifik dan melebihi anak seusianya. Sekalipun demikian, rata-rata
anak autis tidak memiliki kemampuan rata-rata di semua bidang.
Dengan melihat kondisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak
autis sebenarnya mempunyai potensi yang dapat mereka jadikan pegangan hidupnya.
Hanya saja model pengembangan diri dan pendidikan bagi anak autis harus disusun
dengan standar dan komposisi yang berbeda dengan anak kebanyakannya. Mengingat
anak autis memiliki keunikan tersendiri.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penyebab autisme tidak dapat
diketahui. Akan tetapi dengan alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat
dengan otopsi, penyebab autisme dapat ditemukan. Penyebabnya antara lain
gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya gangguan ini
terjadi dalam 3 bulan pertama masa kehamilan bila pertumbuhan sel-sel otak di
beberapa tempat tidak sempurna.
Secara umum, anak autis memiliki kriteria sebagai berikut (Giniofam, 2010:28):
1.
Tidak
memiliki bahasa;
2.
Mudah
marah dan mudah tertawa dalam satu waktu yang bersamaann;
3.
Sulit
menangkap pembicaraan orang lain. Tiak lancar dalam berbicara/mengemukakan ide;
4.
Sering
menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
B.
Penanganan Dini Bagi Anak Autis
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak.
Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan
mereka terganggu, terutama pada tiga hal yang telah disebutkan sebelumnya
yaitu; komunikasi (bahasa), interaksi (sosial), dan perilaku.
Pada usia 2-3 tahun, di masa anak balita lain mungkin belajar
bicara, tetapi pada anak autis, tidak menampakkan tanda-tanda perkembangan
bahasa. Kadangkala ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sesekali ia
dapat menirukan kalimat atau nyanyian yang sering didengarnya. Tapi bagi dia,
kalimat ini tidak ada maknanya. Kalaupun ada perkembangan bahasa, biasanya ada
keanehan dalam kata-katanya. Tata bahasanya kacau, sering mengatakan “kamu”
sedangkan yang dimaksud “saya” (Mirza Maulana, 2011: 20).
Autisme masa anak-anak merupakan salah satu jenis gangguan yang
terdapat pada kelompok Gangguan Perkembangan Pervasif yang biasa muncul sebelum
usia tiga tahun. Gangguan ini juga dikenal dengan istilah Autisme Infanti.
Kondisi ini mengakibatkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pada
interaksi sosial, pola komunikasi, minat, dan gerakan yang terbatas,
stereotipik, dan diulang-ulang. Kondisi yang sama apabila memakai kriteria
dagnostik CD 0-3 dikenal sebagai Multisystem Developmental Disorder (MSDD) (Abdul Hadis, 2008: 54).
Di indonesia, pendataan anak autis belum pernah dilakukan, namun
para profesional yang menangani anak melaporkan adanya peningkatan jumlah anak
penyandang autisma yang sangat pesat. Penyandang autisma yang tidak ditangani
dengan tepat, kemungkinan “sembuh”-nya akan semakin jauh dan
dikhawatirkan mereka akan menjadi generasi yang hilang.
Walaupun gangguan neurobiologis tidak dapat diobati, tapi
gejala-gejalanya dapat dihilangkan atau dikurangi, sampai awam tidak lagi dapat
membedakan mana anak non-autis, mana anak autis. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada penangan dini pada anak autis adalah sebagai berikut:
a.
Dibantu
terapi di rumah
Salah satu intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia
adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal sebagai metode Applied
Behavioral Analysis (ABA). Penatalaksanaannya dilakukan 4-8 jam sehari.
Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam
keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat. Misalnya, berkomunikasi,
berinteraksi, berbicara, berbahasa, dan seterusnya. Namun yang pertama-tama
dilakukan adalah dengan melatih kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka
dapat mengubah tingkah laku yang biasnya seenaknya sendiri.
Di indonesia metode ini lebih dikenal dengan istilah metode Lovaas,
yang diambil dari nama orang yang mengembangkannya. Metode ini juga diterapkan
oleh Yayasan Autisma Indonesia (YAI). Secara berkala, YAI mengadakan pelatihan
bagi orangtua penyandang agar mereka mereka bisa melakukan sendiri terapi di
rumah. Namun pelaksanaannya harus benar-benar tepat. Kalau sampai salah, maka
hasilnya akan merugikan si anak. Waktunya akan terbuang sia-sia, padahal bila
dilakukan secara intensif dan konsisten, program terapi ini bisa selesai 1-2
tahun.
b.
Masuk
kelompok khusus
Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dini dengan baik,
si anak siap masuk ke kelompok kecil. Bahkan ada yang sudah siap masuk kelompok
bermain. Mereka yang belum siap masuk kelompok ini dapat di ikutsertakan ke
kelompok khusus. Di kelompok ini mereka mendapat kurikulum yang khusus
dirancang secara individual. Di sini, mereka akan mendapatkan penanganan
terpadu, yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti, psikiater, psikolog,
terapis wicara, terapis okupsi, dan ortopedagog.
Anak dengan kecerdasan normal yang sudah siap masuk ke sekolah pun
bisa mendapatkan penanganan khusus bila dibutuhkan. Di sekolah umum, peran guru
sangat penting. Namun kenyataannya, banyak sekolah yang tidak menerima murid
penyandang autis.
Permasalahan anak autis di sekolah umum yang menonjol antara lai
tidak ada kepatuhan, sulit berkonsentrasi, dan besosialisasi. Sebab itu pada beberapa
bulan pertama mereka membutuhkan pendamping. Ketika si anak sudah mampu
menyesuaikan diri dalam kelas, pendamping tidak diperlukan lagi.
Sayang tidk semua penyandang autisme bisa mengikuti pendidikan
formal, meski yang tingkat kecerdasannya kurang, masih bisa masuk ke sekolah
luar biasa (SLB-C). Bagaimanapun, jika sikap-sikap anak autis tidak bisa
diperbaiki (agresif, hiperaktif, dan lainnya), maka ia akan sulit ditampung di
sekolah umum. Ia menggangu suasana kelas dan konsentrasi anak-anak lainnya. Jika
perilaku itu, telah diperbaiki dengan bantuan obat, anak bisa mengikuti proses
kelas.
c.
Pemberian
obat
Kebanyakan orangtua takut memberikan obat pada penderita. Memang
benar, penyandang jarang diberikan sembarang obat, tapi obat harus diberikan timbulkan
indikasi kuat. Gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan obat misalnya;
hiperaktif yang hebat, menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain (agresif),
merusak (dekstruksif), dan gangguan tidur.
Meski demikian, tidak ada obat khusus yang dibuat untuk
menyembuhkan autisme. Obat-obat yang hanya untuk menghilangkan gejala-gejala.
Namun jika gangguan ada pada susunan saraf pusat, pengobtan bisa lebih terarah.
Dengan menggunakan obat, intervensi dini maupun penatalaksanaan lain akan lebih
cepat berhasil. Bila keberhasilan sudah stabil, obat bisa dihentikan.
Reaksi anak terhadap obat berbeda-beda. Ada yang cocok denga obat
A, sedangkan yang lain tida. Oleh sebab itu orangtua harus selalu dibawah
anjuran dokter. Kerjasama dokter dan orang tua sangat diperlukan, karena itu
merupakan kunci menuju “kesembuhan”(Mirza Maulana, 2012:21).
C.
Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus (Autis)
Seringkali
orangtua dibingungkan soal pendidikan anak berkebutuhan khusus. Di satu sisi,
kebanyakan orangtua ingin anaknya sekolh di sekolah umum demi membangun
kepribadian dan intelektualnya. Di lain pihak, sekolah-sekolah tidak ingin
menerima anak berkebutuhan khusus sebagai muridnya. Ini cukup beralasan
mengingat di sekolah-sekolah umum tidak terdapat fasilita pendukung untuk
kegiatan belajar-mengajar anak berkebutuhan khusus. Dan sebagian guru yang
mengajar tidak memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni untuk mengajar
anak berkebutuhan khusus.
Beberapa
sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sistem pembelajaran
yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang
ditawarkan oleh sekolah-sekolah ini. Orangtua tidak lagi perlu mengkhawatirkan
masa depan anak-anak mereka (Geniofam, 2010:48).
Dalam
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN)
pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1) seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran, serta (3)
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada
beberapa latar belakang yang mendasari sehingga pemberian kegiatan bimbingan
dan konseling perlu bagi anak luar biasa, khususnya anak autistik (autisme).
Beberapa hal tersebut adalah:
a.
Mencakup
latar belakang psikologi yang mencakup masalah perkembangan individu,
b.
Masalah
perkembangan individu,
c.
Kebututuhan
individu,
d.
Penyesuaian
diri individu, dan
e.
Latar
belakang sosial budaya.
Dalam
usaha memahami masalah yang dialami oleh anak autistik dan membantu meringankan
dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu diterapkan pendekatan bimbingan
dan konseling yang sesuai.
1.
Teknik Bimbingan
Konseling
Dalam bimbingan konseling untuk anak luar biasa umumnya, dan anak
autis pada khususnya, teknik observasi diperlukan untuk mendiagnosa masalah
yang mereka hadapi. Untuk melakukan observasi diperlukan pemahaman tentang
jalan pikiran dan penghayatan terhadap objek yang diobservasi, juga tentang
data yang diperlukan untuk memahami apa yang sedang diamati.
Layanan bimbingan pada anak autistik diberikan berdasarkan acuan
selain yang diperoleh melalui observasi, juga melalui hasil pengetesan, studi
kasus dan konferensi kasus, wawancara, catatan kumulatif, otobiografi,
pertemuan dengan orangtua, dan sosiometri.
Pertemuan dengan orangtua anak autistik merupakan salah satu teknik
untuk membimbing penyandang autis secara tidak langsung. informasi yang didapat
dari pertemuan orangtua dapat dijadikan dasar daam memberikan layanan bimbngan dan konseling kepada anak autistik.
Sosiometri juga merupakan salah satu teknik bimbingan yang cocok diterapkan
dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam mengatasi masalah sosial
yang dialami anak autisme.
Teknik widiawisata juga dapat digunakan sebagai teknik bimbingan
belajar, bimbingan sosial, bimbingan karier, dan bimbingan pribadi kepada anak
autis. Sebagai teknik bimbingan belajar, yaitu anak dilatih untuk belajar
secara mandiri dengan mempelajari objek-objek yang ada di tempat widiawisata. Sebagai bimbingan sosial, anak
autis dilatih untuk dapat bekerjasama dan berkomunikasi, serta berinteraksi
sosial melalui kegiatan widiawisata. Sebagai bimbingan karier, anak autistik
dikenalkan dengan berbagai profesi yang ada di kawasan widiawisata.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya
sama dengan pendekatak bimbingan konseling untuk anak luar biasa pada umumnya
dan anak normal pada umumnya. Hanya pendekatan bimbingan konseling tersebut
disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak autistik, baik secara
individual maupun secara kelompok. Pendekatan-pendekatan bimbingan dan
konseling yang akan diuraikan adalah behavior dan pendekatan realitas
2.
Pendekatan Bimbingan Konseling
a.
Pendekatan
Behavior (perilaku)
Pendekata ini memiliki beberapa kecenderungan, yaitu classical
conditioning, operat conditioning, dan cognitive behavioral. Classical
conditioning memfokuskan perhatiannya pada keterkaitan respon terhadap perangsang
melalui pembiasaan (conditioning). Operat condtioning berfokus pada pemberian
perlakuan kepada lingkungan. Sedangkan cognitive behavioral berfokus kepada
faktor kognisi (termaksud juga perasaan) sebagai faktor perilaku.
b.
Pendekatan
Realitas
Pendiri pendekatan ini adalah Glasser. Glasser menyatakan bahwa
manusia tidak dimotivasi dari luar melainan dari dalam. Tujuan dalam pendekatan
ini ialah membantu klien agar memiliki emosi yang kuat dan rasional. Fungsi
konselor dengan pendekatan ini ialah aktif berbica tentang perilaku klien,
mengarahkan perhatian klien tentang perilakunya, mendorong klien memberikan
penilaian atas perilakunya, dan membantu klien untuk mengadakan perubahan
terhadap perilakunya.
Teknik dan pendekatan bimbingan konseling yang digunakan dalam
membant anak autistik adalah teknik dan pendekatan bimbingan dan konseling
untuk anak normal yang diadaptasikan. Teknik dan pendekatan tersebut
diadaptasikan sesuai dengan karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing jenis anak yang mengalami autistik (Abdul Hadis, 2006:94).
3.
Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu adalah model pelayanan pendidikan bagi anak
berkebutan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam
satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler. Dalam kasus/waktu
tertentu, anak autistik dilayani kelas khusus untuk remidial atau layanan lain
yang diperlukan. Keberadaan anak autistik dikelas khusus bisa sebagian waktu
atau sepanjang hari tergantung kemampauan anak.
Ruangan dibuat agar anak yang mengalami kesulitan di dalam kelas
bisa mendapatkan pelayanan dan bimbingan oleh guru pembimbing. Bimbingan
tersebut dapat berupa bantuan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran dengan
menggunakan alat bantu atau alat peraga. Adanya Undang-undang Republik
Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidian nasional memberikan warna
lain dalam dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Isi undang-undang
tersebut memungkin adanya terobosan baru sebaga bentuk pelayanan bagi anak
dengan kelainan berupa penyelenggaan pendidikan inklusif. Ini diperkuat dengan
adanya Keputusan Mendikbud no. 0491/U/1992.
4.
Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak-anak
sebayanya di sekolah reguler. Sekolah ini menampung semua murid di kelas yang
sama, menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang tetapi
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid.
Sisi positif pendidikan inklusif antara lain:
1.
Membangun
kesadaran sekaligus mengilangkan sikap dan nilai diskriminatif;
2.
Meminimalkan
peluang anak tidak bersekolah;
3.
Meminimalkan
hambatan anak untuk sekolah yang berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan
masalah lain terhadap akses dan pembelajaran;
4.
Dapat
melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan
monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
5.
Layanan Pendidikan Anak Autisme
Selain model-model pendidikan yang telah dijelaskan diatas,
pendidikan lain bagi anak autis antara lain:
1.
Sekolah
khusus autis. Sekolah ini
diperuntukkan bagi anak autis, terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti
pendidikan di sekolah reguler. Anak tersebut sangat sulit berkonsentrasi dengan
adanya gangguan di sekeliling mereka.pendidikan ini difokuskan pada program
fungsional seperti bina diri, bakat dan minat yang sesuai dengan potensi.
2.
Program
sekolah di rumah. Ini
dikhususkan pada anak yang tidak mapu mengikuti pendidikan di sekolah khusus
karena keterbatasnya, misalnya anak yang non verbal. Selain itu juga untuk anak
yang mengalami retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan
auditori.
3.
Panti
(griya) rehabilitasi. Ini
diperuntukkan bagi anak autis yang mengalami gangguan sangat parah (Geniofam, 2010:45).
PENUTUP
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana layaknya.
Baik itu anak normal yang tidak memiliki gangguan apapun, maupun anak yang
memiliki kekurangan seperti anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah
ditetapkan oleh Undang-undang bahwa mereka juga mempunyai hak tersebut.
Oleh sebab itu sebagai tenaga pendidik, harus mengetahui cara-cara
bagaimana mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan sekedar itu, sebagai
orangtua penyandang juga harus mengetahui bagaimana mengkontrol mereka. Anak
autistik misalnya, sifat-sifat mereka yang lebih suka menyendiri, susah
konsentrasi. Sifat mereka yang kadang temperal, kadang membuat pendidik
kesulitan.
Setiap orangtua, harus mengetahui sekolah apa yang cocok dengan
buah hatinya. Jika perlu, disarankan juga berkonsultasi dengan dokter ahli atau
psikolog. Orangtua juga tidak meyerahkan pendidikan anaknya sepenuhnya pada
guru di sekolah. Anak berkebutuhan khusus memerlukan tambahan pendidikan atau
terapi di luar sekolah. Dari orangtua atau tenaga ahli lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Geniofam,
Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus, 2010, Jogjakarta:
Gerailmu.
Hadis,
Abdul, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, 2006, Bandung;
Alfabeta.
Maulana,
Mirza, Anak Autis –Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Menuju Anak
Cerdas dan Sehat-, 2007, Jogjakarta; Katahati.
Anonemous,
PDF Pendidikan Anak Autis.