Minggu, 24 Maret 2013

Kuliah


Pendidikan Anak Autis



Abstrak

Dewasa ini, program pendidikan selalu berbenah untuk menjadi pendidikan yang lebih baik. Setiap individu mempunyai hak mendapatkan pendidikan. Baik dari tempat-tempat formal sampai non-formal. Baik anak tanpa kebutuhan khusus atau mereka yang berkebutuhan khusus. Program pendidikan yang dahulunya tidak memiliki banyak tempat khusus bagi anak berkebutuhan khusus, sekarang banyak ditemukan tempat-tempat untuk mereka menimba ilmu. Ditambah dengan banyaknya para ahli dalam bidang tersebut yang dapat membantu mendidik anak berkebutuhan khusus. Salah satu anak berkebutuhan khusus adalah anak autistik. Penyandang autistik biasanya pempunyai gangguan pada bahasa, sosial, dan kominikasi. Anak yang menyandang autistik yang dahulu tidak mempunyai tempat khusus untuk mereka bersekolah, sekarang telah banyak ditemui yayasan-yayasan atau sekolah khusus autistik. Sekolah-sekolah yang diprogram khusus untuk anak penyandang autistik dan di sesuaikan dengan kebutuhan mereka, tanpa memberatkan anak-anak.

Kata kunci: Pendidikan, Anak Autis, pendidikan anak autis.



PENDAHULUAN
            Dewasa ini, pendidikan semakin maju dan berkembang. Dari segi metode pengajaran yang lambat laun menjadi lebih baik, sampai tenaga pengajar yang semakin berkualitas. Setiap anak merupakan generasi penerus bangsa ini yang dapat mempunyai potensi yang berbeda-beda dalam bidangnya. Dengan terus melaksanakan pembinaan pada setiap calon penerus bangsa ini, kemajuan bangsa ini akan terwujud. Akan tetapi, tidak semua dari anak-anak tersebut mendapatkan pendidikan secara umum, baik secara fasilitas maupun teknisnya. Hal ini dialami oleh anak berkebutuhan khusus; autis misalnya. Seoarang anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan baik dari segi mental, intelektual, sosial, maupun emosional.
Dari kebanyakan anak penyandang kelainan atau penyimpangan terebut –Autis-, jarang mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya. Tidak banyak sekolah-sekolah yang bersedia menerima dan mendidik mereka. Mereka tidak hanya membutuhkan pendidikan pada umumnya, akan tetapi mereka membutuhkan penanganan yang optimal untuk mengkontrol agar perilaku-perilaku yang kurang baik. Hak mereka untuk menerima pendidikan telah disebutkan pada UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa, “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.



PEMBAHASAN
      A.    Pengertian Autisme
Autisme atau yang lebih dikenal dengan istilah Autis adalah sindrom yang sering disalahpahami oleh kebanyakan orang. Anak-anak penyandang autis sering kali dianggap tidak waras, gila dan berbahaya. Sungguh pemahaman yang sangat tragis dan menakutkan. Dengan persepsi masyarakat yang demikianlah yang menyebabkan perkembangan dan keberadaan anak autis menjadi tidak diperhatikan. Jangankan untuk bersekolah, berinteraksi saja anak autis tidak mendapatkan tempat.
Begitu sulit untuk mengubah persepsi masyarakat tersebut yang sudah menjadi darah daging terhadap anak autis. Sama halnya untuk mengetahui penyebab autis. Ada yang mengatakan bahwa autis merupakan keturunan. Ahli lain mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat, bahkan ada yang berpendapat bahwa autis adalah karena sebuah kutukan.
Agar persepsi masyarakat tersebut tidak semakin merusak maksud dari autis tersebut terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dari autis. Autis secara bahasa berasal dari bahasa yunani yaitu “auto” yang artinya sendiri. Hal ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa anak penyandang autis pada umumnya lebih suka menyendiri, menikmati dunianya sendiri dan tidak merespon terhadap orang-orang disekitarnya.
Secara neurologis, anak autis adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan otak terutama pada area bahasa, sosial, fantastik. Pada hambatan inilah yang membuat anak-anak penyandang autis memiliki perilaku yang berbeda dari biasanya. Pada beberapa bentuk perilaku anak autis ada yang cenderung ekstrem. Dalam hal akademik juga sering ditemukan anak-anak yang memiliki kemampuan spesifik dan melebihi anak seusianya. Sekalipun demikian, rata-rata anak autis tidak memiliki kemampuan rata-rata di semua bidang.
Dengan melihat kondisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak autis sebenarnya mempunyai potensi yang dapat mereka jadikan pegangan hidupnya. Hanya saja model pengembangan diri dan pendidikan bagi anak autis harus disusun dengan standar dan komposisi yang berbeda dengan anak kebanyakannya. Mengingat anak autis memiliki keunikan tersendiri.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penyebab autisme tidak dapat diketahui. Akan tetapi dengan alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat dengan otopsi, penyebab autisme dapat ditemukan. Penyebabnya antara lain gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya gangguan ini terjadi dalam 3 bulan pertama masa kehamilan bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna.
Secara umum, anak autis memiliki kriteria sebagai berikut (Giniofam, 2010:28):
1.      Tidak memiliki bahasa;
2.      Mudah marah dan mudah tertawa dalam satu waktu yang bersamaann;
3.      Sulit menangkap pembicaraan orang lain. Tiak lancar dalam berbicara/mengemukakan ide;
4.      Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.

       B.     Penanganan Dini Bagi Anak Autis
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berat pada anak. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka terganggu, terutama pada tiga hal yang telah disebutkan sebelumnya yaitu; komunikasi (bahasa), interaksi (sosial), dan perilaku.
Pada usia 2-3 tahun, di masa anak balita lain mungkin belajar bicara, tetapi pada anak autis, tidak menampakkan tanda-tanda perkembangan bahasa. Kadangkala ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya, sesekali ia dapat menirukan kalimat atau nyanyian yang sering didengarnya. Tapi bagi dia, kalimat ini tidak ada maknanya. Kalaupun ada perkembangan bahasa, biasanya ada keanehan dalam kata-katanya. Tata bahasanya kacau, sering mengatakan “kamu” sedangkan yang dimaksud “saya” (Mirza Maulana, 2011: 20).
Autisme masa anak-anak merupakan salah satu jenis gangguan yang terdapat pada kelompok Gangguan Perkembangan Pervasif yang biasa muncul sebelum usia tiga tahun. Gangguan ini juga dikenal dengan istilah Autisme Infanti. Kondisi ini mengakibatkan seperti yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pada interaksi sosial, pola komunikasi, minat, dan gerakan yang terbatas, stereotipik, dan diulang-ulang. Kondisi yang sama apabila memakai kriteria dagnostik CD 0-3 dikenal sebagai Multisystem Developmental Disorder (MSDD) (Abdul Hadis, 2008: 54).
Di indonesia, pendataan anak autis belum pernah dilakukan, namun para profesional yang menangani anak melaporkan adanya peningkatan jumlah anak penyandang autisma yang sangat pesat. Penyandang autisma yang tidak ditangani dengan tepat, kemungkinan “sembuh”-nya akan semakin jauh dan dikhawatirkan mereka akan menjadi generasi yang hilang.
Walaupun gangguan neurobiologis tidak dapat diobati, tapi gejala-gejalanya dapat dihilangkan atau dikurangi, sampai awam tidak lagi dapat membedakan mana anak non-autis, mana anak autis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penangan dini pada anak autis adalah sebagai berikut:

a.       Dibantu terapi di rumah
Salah satu intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi perilaku atau lebih dikenal sebagai metode Applied Behavioral Analysis (ABA). Penatalaksanaannya dilakukan 4-8 jam sehari.
Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat. Misalnya, berkomunikasi, berinteraksi, berbicara, berbahasa, dan seterusnya. Namun yang pertama-tama dilakukan adalah dengan melatih kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah tingkah laku yang biasnya seenaknya sendiri.
Di indonesia metode ini lebih dikenal dengan istilah metode Lovaas, yang diambil dari nama orang yang mengembangkannya. Metode ini juga diterapkan oleh Yayasan Autisma Indonesia (YAI). Secara berkala, YAI mengadakan pelatihan bagi orangtua penyandang agar mereka mereka bisa melakukan sendiri terapi di rumah. Namun pelaksanaannya harus benar-benar tepat. Kalau sampai salah, maka hasilnya akan merugikan si anak. Waktunya akan terbuang sia-sia, padahal bila dilakukan secara intensif dan konsisten, program terapi ini bisa selesai 1-2 tahun.

b.      Masuk kelompok khusus
Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dini dengan baik, si anak siap masuk ke kelompok kecil. Bahkan ada yang sudah siap masuk kelompok bermain. Mereka yang belum siap masuk kelompok ini dapat di ikutsertakan ke kelompok khusus. Di kelompok ini mereka mendapat kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Di sini, mereka akan mendapatkan penanganan terpadu, yang melibatkan berbagai tenaga ahli seperti, psikiater, psikolog, terapis wicara, terapis okupsi, dan ortopedagog.
Anak dengan kecerdasan normal yang sudah siap masuk ke sekolah pun bisa mendapatkan penanganan khusus bila dibutuhkan. Di sekolah umum, peran guru sangat penting. Namun kenyataannya, banyak sekolah yang tidak menerima murid penyandang autis.
Permasalahan anak autis di sekolah umum yang menonjol antara lai tidak ada kepatuhan, sulit berkonsentrasi, dan besosialisasi. Sebab itu pada beberapa bulan pertama mereka membutuhkan pendamping. Ketika si anak sudah mampu menyesuaikan diri dalam kelas, pendamping tidak diperlukan lagi.
Sayang tidk semua penyandang autisme bisa mengikuti pendidikan formal, meski yang tingkat kecerdasannya kurang, masih bisa masuk ke sekolah luar biasa (SLB-C). Bagaimanapun, jika sikap-sikap anak autis tidak bisa diperbaiki (agresif, hiperaktif, dan lainnya), maka ia akan sulit ditampung di sekolah umum. Ia menggangu suasana kelas dan konsentrasi anak-anak lainnya. Jika perilaku itu, telah diperbaiki dengan bantuan obat, anak bisa mengikuti proses kelas.

c.       Pemberian obat
Kebanyakan orangtua takut memberikan obat pada penderita. Memang benar, penyandang jarang diberikan sembarang obat, tapi obat harus diberikan timbulkan indikasi kuat. Gejala yang sebaiknya dihilangkan dengan obat misalnya; hiperaktif yang hebat, menyakiti diri sendiri, menyakiti orang lain (agresif), merusak (dekstruksif), dan gangguan tidur.
Meski demikian, tidak ada obat khusus yang dibuat untuk menyembuhkan autisme. Obat-obat yang hanya untuk menghilangkan gejala-gejala. Namun jika gangguan ada pada susunan saraf pusat, pengobtan bisa lebih terarah. Dengan menggunakan obat, intervensi dini maupun penatalaksanaan lain akan lebih cepat berhasil. Bila keberhasilan sudah stabil, obat bisa dihentikan.
Reaksi anak terhadap obat berbeda-beda. Ada yang cocok denga obat A, sedangkan yang lain tida. Oleh sebab itu orangtua harus selalu dibawah anjuran dokter. Kerjasama dokter dan orang tua sangat diperlukan, karena itu merupakan kunci menuju “kesembuhan”(Mirza Maulana, 2012:21).

      C.    Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Autis)
Seringkali orangtua dibingungkan soal pendidikan anak berkebutuhan khusus. Di satu sisi, kebanyakan orangtua ingin anaknya sekolh di sekolah umum demi membangun kepribadian dan intelektualnya. Di lain pihak, sekolah-sekolah tidak ingin menerima anak berkebutuhan khusus sebagai muridnya. Ini cukup beralasan mengingat di sekolah-sekolah umum tidak terdapat fasilita pendukung untuk kegiatan belajar-mengajar anak berkebutuhan khusus. Dan sebagian guru yang mengajar tidak memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni untuk mengajar anak berkebutuhan khusus.
Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah ini. Orangtua tidak lagi perlu mengkhawatirkan masa depan anak-anak mereka (Geniofam, 2010:48).
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1) seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Ada beberapa latar belakang yang mendasari sehingga pemberian kegiatan bimbingan dan konseling perlu bagi anak luar biasa, khususnya anak autistik (autisme). Beberapa hal tersebut adalah:
a.       Mencakup latar belakang psikologi yang mencakup masalah perkembangan individu,
b.      Masalah perkembangan individu,
c.       Kebututuhan individu,
d.      Penyesuaian diri individu, dan
e.       Latar belakang sosial budaya.
Dalam usaha memahami masalah yang dialami oleh anak autistik dan membantu meringankan dan mengatasi masalah anak autistik, maka perlu diterapkan pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai.
1.      Teknik Bimbingan Konseling
Dalam bimbingan konseling untuk anak luar biasa umumnya, dan anak autis pada khususnya, teknik observasi diperlukan untuk mendiagnosa masalah yang mereka hadapi. Untuk melakukan observasi diperlukan pemahaman tentang jalan pikiran dan penghayatan terhadap objek yang diobservasi, juga tentang data yang diperlukan untuk memahami apa yang sedang diamati.
Layanan bimbingan pada anak autistik diberikan berdasarkan acuan selain yang diperoleh melalui observasi, juga melalui hasil pengetesan, studi kasus dan konferensi kasus, wawancara, catatan kumulatif, otobiografi, pertemuan dengan orangtua, dan sosiometri.
Pertemuan dengan orangtua anak autistik merupakan salah satu teknik untuk membimbing penyandang autis secara tidak langsung. informasi yang didapat dari pertemuan orangtua dapat dijadikan dasar daam memberikan layanan  bimbngan dan konseling kepada anak autistik. Sosiometri juga merupakan salah satu teknik bimbingan yang cocok diterapkan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam mengatasi masalah sosial yang dialami anak autisme.
Teknik widiawisata juga dapat digunakan sebagai teknik bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan karier, dan bimbingan pribadi kepada anak autis. Sebagai teknik bimbingan belajar, yaitu anak dilatih untuk belajar secara mandiri dengan mempelajari objek-objek yang ada di tempat  widiawisata. Sebagai bimbingan sosial, anak autis dilatih untuk dapat bekerjasama dan berkomunikasi, serta berinteraksi sosial melalui kegiatan widiawisata. Sebagai bimbingan karier, anak autistik dikenalkan dengan berbagai profesi yang ada di kawasan widiawisata.
Pendekatan bimbingan konseling untuk anak autistik pada prinsipnya sama dengan pendekatak bimbingan konseling untuk anak luar biasa pada umumnya dan anak normal pada umumnya. Hanya pendekatan bimbingan konseling tersebut disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan anak autistik, baik secara individual maupun secara kelompok. Pendekatan-pendekatan bimbingan dan konseling yang akan diuraikan adalah behavior dan pendekatan realitas
2.      Pendekatan Bimbingan Konseling
a.       Pendekatan Behavior (perilaku)
Pendekata ini memiliki beberapa kecenderungan, yaitu classical conditioning, operat conditioning, dan cognitive behavioral. Classical conditioning memfokuskan perhatiannya pada keterkaitan respon terhadap perangsang melalui pembiasaan (conditioning). Operat condtioning berfokus pada pemberian perlakuan kepada lingkungan. Sedangkan cognitive behavioral berfokus kepada faktor kognisi (termaksud juga perasaan) sebagai faktor perilaku.
b.      Pendekatan Realitas
Pendiri pendekatan ini adalah Glasser. Glasser menyatakan bahwa manusia tidak dimotivasi dari luar melainan dari dalam. Tujuan dalam pendekatan ini ialah membantu klien agar memiliki emosi yang kuat dan rasional. Fungsi konselor dengan pendekatan ini ialah aktif berbica tentang perilaku klien, mengarahkan perhatian klien tentang perilakunya, mendorong klien memberikan penilaian atas perilakunya, dan membantu klien untuk mengadakan perubahan terhadap perilakunya.
Teknik dan pendekatan bimbingan konseling yang digunakan dalam membant anak autistik adalah teknik dan pendekatan bimbingan dan konseling untuk anak normal yang diadaptasikan. Teknik dan pendekatan tersebut diadaptasikan sesuai dengan karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing jenis anak yang mengalami autistik (Abdul Hadis, 2006:94).
3.      Pendidikan Terpadu
Pendidikan terpadu adalah model pelayanan pendidikan bagi anak berkebutan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler. Dalam kasus/waktu tertentu, anak autistik dilayani kelas khusus untuk remidial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik dikelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampauan anak.
Ruangan dibuat agar anak yang mengalami kesulitan di dalam kelas bisa mendapatkan pelayanan dan bimbingan oleh guru pembimbing. Bimbingan tersebut dapat berupa bantuan pemahaman dan penguasaan materi pelajaran dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga. Adanya Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidian nasional memberikan warna lain dalam dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Isi undang-undang tersebut memungkin adanya terobosan baru sebaga bentuk pelayanan bagi anak dengan kelainan berupa penyelenggaan pendidikan inklusif. Ini diperkuat dengan adanya Keputusan Mendikbud no. 0491/U/1992.
4.      Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus belajar dengan anak-anak sebayanya di sekolah reguler. Sekolah ini menampung semua murid di kelas yang sama, menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid.
Sisi positif pendidikan inklusif antara lain:
1.      Membangun kesadaran sekaligus mengilangkan sikap dan nilai diskriminatif;
2.      Meminimalkan peluang anak tidak bersekolah;
3.      Meminimalkan hambatan anak untuk sekolah yang berkaitan dengan kelainan fisik, sosial, dan masalah lain terhadap akses dan pembelajaran;
4.      Dapat melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

5.      Layanan Pendidikan Anak Autisme
Selain model-model pendidikan yang telah dijelaskan diatas, pendidikan lain bagi anak autis antara lain:
1.      Sekolah khusus autis. Sekolah ini diperuntukkan bagi anak autis, terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak tersebut sangat sulit berkonsentrasi dengan adanya gangguan di sekeliling mereka.pendidikan ini difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat dan minat yang sesuai dengan potensi.
2.      Program sekolah di rumah. Ini dikhususkan pada anak yang tidak mapu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasnya, misalnya anak yang non verbal. Selain itu juga untuk anak yang mengalami retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditori.
3.      Panti (griya) rehabilitasi. Ini diperuntukkan bagi anak autis yang mengalami gangguan sangat parah (Geniofam, 2010:45).



 PENUTUP
Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan sebagaimana layaknya. Baik itu anak normal yang tidak memiliki gangguan apapun, maupun anak yang memiliki kekurangan seperti anak-anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditetapkan oleh Undang-undang bahwa mereka juga mempunyai hak tersebut.
Oleh sebab itu sebagai tenaga pendidik, harus mengetahui cara-cara bagaimana mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Bukan sekedar itu, sebagai orangtua penyandang juga harus mengetahui bagaimana mengkontrol mereka. Anak autistik misalnya, sifat-sifat mereka yang lebih suka menyendiri, susah konsentrasi. Sifat mereka yang kadang temperal, kadang membuat pendidik kesulitan.
Setiap orangtua, harus mengetahui sekolah apa yang cocok dengan buah hatinya. Jika perlu, disarankan juga berkonsultasi dengan dokter ahli atau psikolog. Orangtua juga tidak meyerahkan pendidikan anaknya sepenuhnya pada guru di sekolah. Anak berkebutuhan khusus memerlukan tambahan pendidikan atau terapi di luar sekolah. Dari orangtua atau tenaga ahli lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Geniofam, Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus, 2010, Jogjakarta: Gerailmu.
Hadis, Abdul, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, 2006, Bandung; Alfabeta.
Maulana, Mirza, Anak Autis –Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Menuju Anak Cerdas dan Sehat-, 2007, Jogjakarta; Katahati.
Anonemous, PDF Pendidikan Anak Autis.